Selasa, 06 April 2010

Linguistik terapan ?



Sistem komunikasi manusia melaluli bahasa dikaji dalam disiplin ilmu linguistik. Linguistik juga disebut dengan ilmu bahasa atau ilmu yang mengkaji masalah bahasa secara ilmiah. Linguistik dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu muda yang bermula pada pemikiran Ferdinand de Saussure. Buku Cours de Linguistique Générale yang terbit tahun 1916 menjadi pondasi dasar untuk mengkaji ilmu bahasa. Pada awalnya, linguistik banyak mengkaji masalah sistem di dalam bahasa itu sendiri. Bahkan dalam kurun waktu setengah abad kemudian, para pakar linguistik sibuk dengan masalah intrabahasa yang meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sepertinya ilmu bahasa yang mempelajari masalah bahasa dalam kaitanya dengan faktor di luar kebahasaan kurang diperhatikan pada waktu itu. Seperti koin yang tergeletak diatas meja, maka salah satu sisinya masih tertutup. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu bahasa memperoleh udara segar, tepatnya ketika pada tahun 1962 buku How to do things with words diterbitkan. Buku J.L. Austin ini menjadi pembangkit kajian baru di dalam ilmu bahasa yang sekarang dikenal dengan pragmatik. Meskipun pada awalnya pragmatik dicetuskan oleh Moris pada tahun 1938, tetapi dalam perkembangannya tidak mendapat perhatian yang cukup. Masalah kebahasaan bukan hanya terletak pada struktur atau sistem di dalam bahasa itu sendiri, melainkan juga masalah di luar bahasa atau antar bahasa. Karena ilmu bahasa banyak berhubungan dengan faktor di luar bahasa, maka berbagai bidang disiplin ilmu kini mengaitkan ilmu bahasa sebagai perspektif barunya ataupun sebaliknya. Sebagai contohnya adalah sosiolinguistik. Perkawinan disiplin sosiologi dengan ilmu bahasa ini berawal dari tahun 1960an, yang ditandai oleh munculnya banyak kajian bahasa yang mengaitkan masalah kebahasaan dengan masalah kemasyarakatan. Kajian bahasa dalam hubunganya dengan budaya pada akhir tahun 1940an dan awal 1950 yang dikenal dengan istilah etnolinguistik dipelopori oleh Franz Boas. Gagasanya dikembangkan oleh muridnya, Edward Sapir. Sapir bersama muridnya Benjamin L worf menelorkan “Sapir-Whorf Hypothesis” yang memunculkan pertanyaan apakah bahasa menentukan kebudayaan ataukah kebudayaan menentukan bahasa? Bagaimana pola-pola bahasa berhubungan dengan pola-pola kebudayaan?. Perpaduan disiplin linguistik dengan disiplin lain meliputi linguistik antropologi, linguistik statistik, psikolinguistik, stilistika, linguistik komputerisasi, linguistik forensik, neurolinguistik, dan masih banyak lagi bidang kajian di dalam linguistik. Menurut pendapat saya alangkah baiknya jika linguistik interdisiplin ini dapat dipelajari oleh mahasiswa-mahasiswa yang berminat dalam bidang linguistik maupun bidang lainnya. Tidak sepenuhnya benar bahwa disiplin linguistik hanya berkutat pada masalah struktur dan menghiraukan masalah di luar bahasa. Sepertinya kita memang sedang bernafas di dalam lumpur. Susah untuk mendapatkan udara segar, sementara di luar sana terdapat lahan luas yang dapat kita cangkul dalam-dalam. Mempelajari ilmu bahasa dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang lain akan mendapatkan manfaat yang lebih aplikatif. Seperti di dalam psikolinguistik yang mempelajari bagaimana bahasa dikaitkan dengan kejiwaan manusia dan bagaimana manusia memahami ujaran-ujaran itu. Dalam bidang sosiolinguistik kita dapat mengetahui status sosial seseorang dilihat dari bahasa yang digunakan. Sebagai contohnya adalah penggunaan tingkat tutur dalam bahasa jawa mempengaruhi status sosial dalam masyarakat. Masih sangat banyak manfaat yang dapat kita rasakan secara langsung jika kita ingin mempelajari disilpin ilmu antar bahasa tersebut. Pada akhirnya saya hanya berharap agar linguistik interdisiplin dapat lebih dikembangkan.

Tidak ada komentar: