Kamis, 26 Februari 2009

Penanggalan Jawa Kuna Wirataparwa

ON THE DATE OF THE OLD JAVANESE WIRATAPARWA

Di dalam kata pengantar edisi pengritikan dari The Virataparvan, Prof. Raghu Vira menyatakan bahwa ini adalah sebuah kealamian seperti sebuah kepingan yang seharusnya menjadi lebih populer dari parwa Mahabarata yang lain. Bahkan dapat menggantikan Adiparwa. Pencerita Mahabarata memulai sesi mereka dengan Virata bukan dengan Adi. Virata datang sebagai manggala dari penceritaan Mahabarata. Dalam pernyataan singkat, perjalanan yang terjadi pada akhir bagian Wirataparwa Jawa Kuna, di mana penulis memberitahu pembaca nilai dari parwa ini adalah sesuatu yang menarik. Menurut terjemahan Prof. Raghu Vira, jalur ini meliputi:
‘Seperti ini akan dibaca athava terdengar seperti [Wirataparwa], itu akan …
Peristiwa seperti Wirataparwa Jawa Kuna dengan kata lain ketidakhadirannya dari Adiparwa dan parwa-parwa lainnya seperti mengindikasikan bahwa di Jawa paling tidak ketika penerjemahan Mahabarata diselenggarakan. Wirataparwa dianggap sebagai manggala dari Mahabarata yang paling baik. Meskipun ini lebih menyerupai bahwa parwa dari epos hebat yang diterjemahkan ke dalam Jawa Kuna yang berhubungan daripada sembarangan, kemungkinannya bahwa Wirataparwa Jawa Kuna bukan Adiparwa, bukan terjemahan pertama yang harus dipotong.
Hal ini menarik bahwa Wirataparwa Jawa Kuna adalah sebuah hasil karya yang unik yang memberikan kepada kita tanggal yang tepat dari permulaan dan penyelesaian dari penyusunan ini. Apa pun alasan yang mendorong penulis dari parwa ini untuk mencatat tanggal ini, poinnya akan didiskusikan secara berani pada akhir artikel, satu hal yang pasti bahwa menuliskan di dalam hasil karyanya dia memberikan kepada kita servis yang baik: tanpa bantuan dari penanggalan ini kita tidak akan dapat menetapkan secara pasti dari terjemahan Mahabarata dan bagian terakhir dari Ramayana (dalam konteks ini Uttarakanda) ke dalam Jawa Kuna.
Hal ini benar bahwa manggala dari Wirataparwa Jawa Kuna penulis menyebutkan Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama, seorang raja dari kerajaan Jawa Timur, tetapi identitas raja ini tidak akan pernah jelas, jika kita tidak memiliki tanggal penyusunan Wirataparwa.
Polemik penamaan Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama yang disebut dalam maggala Adiparwa tahun1877, Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama adalah nama lain dari raja Airlangga. Berita ini sudah dipublikasikan oleh Wirataparwa Jawa Kuna tahun 1912. kesimpulannya harus direvisi: nama Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama pada bab akhir muncul tanggal 996 A.D. Teguh sebenarnya adalan nenek moyang Airlangga.
Penerjemahan dari tiga parwa (Adiparwa, Wirataparwa, dan Bhismaparwa) dan Uttarakanda merupakan permintaan yang harus dilaksanakan pada rezim Teguh. Ketika Jawa mengalami pralaya akibat perang saudara dengan Wurawari.
Menurut pendapat Berg epos Mahabarata sama baiknya dengan Ramayana. Keduanya telah diterjemahkan dalam Jawa Kuna pada masa pemerintahan Airlangga.
Inti dari pendapat Berg yang disebut Doktrin Udayana, menjelaskan secara rinci bahwa Airlangga adalah Wisnu pada masanya yang ayahnya, Udayana adalah keturunan Arjuna, nenekya Mrgawati adalah keturunan Rama. Mahabarata dan Ramayana berfungsi pada masa pemerintahan airlangga. Keduanya diterjemahkan pada masa Airlangga. Berg membantah opini Krom tentang identitas Teguh sebagai mertua dan nenek moyang Airlangga. Pernyataan ini diperkuat dengan argument Berg:
“argument Kro hanya sedikit nilainya karena tanggal dari Wirataparwa adalah penyisipan terakhir yang disisipi ke dalam sebuah teks secara naïf, dalam jawaban dari pertanyaan raja ketika dia memulai menghubungkan sejarahnya penulis berkata. “ aku telah meyelesakannya dalan 29 hari, dari akhir Asuji sampai akhir dari Kartika.” Satu hal yang tidak menyebut tahun ketika salah seorang mengatakan di bulan Agustus bahwa pekerjaan ini selesai di bulan Juli.
Tanpa memedulikan pendapat Berg dalam Doktrin Udayana, tidak akan menjauhkan kita dalam lingkup artikel ini. Saya berharap dapat menggugurkan aegumen Berg sebagai saran atas pengahargaan dari penanggalan Wirataparwa. Pesan ini mengandung data yang dianggap Berg sabagai penyisipan: Tuanku, saya teringat akan permulaan tanggal ke-15 saat matahari tenggelam, pada bulan Asuji, pada Tungle, Rabu Kliwon, wuku Pahang, tahun 918 Saka. Dan saat ini Mawulu, Kamis Wage, wuku Madangkungan, tanggal ke-14 dari tenggelamnya bulan Kartika: terselesaikan dalam 29 hari.
Berg berargumen bahwa penghargaan sebuah penyisipan adalah sesuatu yang naïf dalam tubuh teks. Semenjak ada laporan atas ketidakcocokan data (menurut kalkulasinya, bertepatan pada tanggal 14 oktober 996 A.D dan 12 Novenber 996 A.D berturut-turut), kita yakin bahwa semua data adalah benar. Dengan kata lain: ‘pada akhir Asuji 918 samapi akhir akhir Kartika…, ‘ bahan lain yang dapat menyrinkronkan dengan benar semua data kalender yang dibutuhkan untuk melengkapi pernyataan tanggal Jawa Kuna yang mengakibatkan minggu-minggu pentat, sextat, dan hextat, wuku, bulan lunar, dan tanggal yang berhubungan pada tahun Saka merupakan tahun yang disispi setelah kejadian actual atas saran Berg.
Jika kita menerima argumen Berg bahwa Wirataparwa adalah sebuah penyisipan, maka kita harus menganggap bahwa penyisip haruslaha ahli dalam perhitungan rumit dalam kalender Jawa. Sampai saat ini ahli Kalender Jawa sepertinya harus menemukan secara sempurna tanggal yang ia tetapkan. Ketika Berg menyatakan bahwa polemic perbedaan penyebutan bulan, mungkin ini benar pada konteks saat ini, tetapi tidaklah penting bagi masyarakat Jawa di masa lampau. Perilaku ini dapat disebut pendekatan tipikal utuk sejarah, sebuah pendapatan yang ditentang Berg.
Pengumpulan metode atas tanggal dari awal dan akhir penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh penulis dari tanggal Wirataparwa bukan sesuatu yang biasa pada masa lampau. Hal ini sama seperti kejadian Prasasti Kedukan Bukit. Bagian Prasasti ynag berhubungan dengan diskusi kita akan dibacakan sebagai berikut: kemakmuran. Keberuntungan. Pada akhir tahun 604 Saka tanggal ke-11 dari minggu kedua yang cerah pada bulan Waisakha (23 April A.D 682) Tuhan kita yang suci memulai ekspedisi sukses. Pada hari ke-7 minggu ke-2 bulan Jyestha (19Mei) Tuhan Maha Agung kita meninggalkan Minanga…
Akhir dari abad ke-19 Yasadipura masih menggunakan metode yang sama dalam penanggalan salah satu karyanya. Kita dapaty membaca dalam Arjuna Sasrabahu 1.1: Atas perintah putra mahkota Surakarta Jawa penulisan dari puisi yang diawali syair dandanggula telah dimulai pada Kamis Legi. Tanggal 14 Jumadal’ula jam 8. Jimakhir tahun 1746.
Penulisan puisi Arjuna Sasrabahu telah diselesaikan pada 22 Ramadhan Jimakhir, pada Kamis jam 8 pagi, dalam 12 hari dari bulan pertama tahun yang sama sebagai permulaan.
Hal ini adalah normal bagi ketiga penulis, Yasadipura dari abad 19 Jawa, penulis dari Wirataparwa Jawa Kuna, penulis dari abad ke-7 prasasti Kedukan Bukit, menulis kalender khusus untuk kita. Tetapi jika penulis dari tanggal terjadinya menemukan cara dati peletakan kalender, bagaimana kta dapat yakin bahwa penulis dari Wirataparawa sendiri tidak menemukan sebuah meotde normal, atau paling tidak obyektif, maka keraguan Berg tentang keaslian pesan tidak dapat diterima. Jika tidak argumen yang menyakinkan dapat diambil, saya menerima pesan yang terdiri atas tanggal-tanggal dari permulaan dan penyelesaian dari Wirataparwa Jawa Kuna sebagai bagian asli dari parwa.
Tetapi mengapa kita menanyakan apa diri kita sendiri, apakah penulis dari parwa khusus mempertimbangkan untuk merekam tanggal-tanggal dalam karyanya? Menurut fakta bahwa Jawa normalnya tidak akan mereppotkan dirinya sendiri tentang kalender tahun sampai lama belum berselang angka rata-rata Jawa tidak mengetahui tahun kelahiran, kita boleh beranggapan bahwa harus ada alasan khusus untuk kebutuhan ini.
Dalam hari dimana seorang penulis adalah seorang abdi dari raja, sebuah perintah dari tuannya untuk menerjemahkan buku hebat sebagai Mahabarata ke dalam Jawa, harus memiliki pandangan sebagai penghormatan tertinggi yang dapat dicita-citakan. Hal ini membutuhkan keberanian yang besar untuk memulai sebuah pertanggungjawaban dan tanpa ada jejak dari beberapa penyelesaian, hal ini membutuhkan usaha untuk memenuhinya. Kesuksesasan dari seorang penulis anonim dari Jawa Kuna Wirataparwa untuk menunjukkan tugas yang sulit diatasi harusnya dianggap sebagai persamaan dengan seorang pejuang yang mengalahkan musuhnya. Lazimnya bagi seorang raja Jawa dari masa lalu yang berhasil menaklukan musuh-musuhnya setelah pertempuran sengit, untuk mengabadikan perbuatan mulianya dengan mengisukan sebuah prasasti untuk memuji tindakan yang berani. Bagi beberapa waktu khusus, penulis prasasti akan merekam dengan teliti tanggal dari issu dari prasasti dan waktu penanggalan khusus isu dengan segera. Dan kita adalah saksi mata dari ratusan prasasti Jawa yang dengan normal mengkhawatirkan sedikit untuk penanggalan yang direkam dengan cakap yang mengandung menit data kalender seperti minggu penta, hexa, hepta dan banyak kalkulasi lainnya , astrologi sama baiknya dengan penanggalan dari kalender India. Penanggalan yang terbentuk dalam Wirataparwa Jawa Kuna adalah sama seperti alam.
Dalam gambaran saran yang memungkinkan sebelumnya yaitu di Jawa, pada saat itu Wirataparwa juga menjadi manggala dari penceritaan Mahabarata. Mungkin hal ini tidak begitu cepat untuk mengajukan penanggalan yang direkam dengan sengaja oleh penulis sendiri untuk mengabadikan prestasi hebat dalam penerjemahan parwa yang pertama ke dalam Jawa Kuna.

Tidak ada komentar: