Kamis, 24 Februari 2011

Reproduksi dan terjemahan teks (prasi) Darmo Lelangon

Satu tahun yang lalu penulis (hendy) menempuh mata kuliah kritik teks. Dari mata kuliah tersebut saya tidak begitu paham. Bahkan nilai untuk mata kuliah itu adalah B min. Apa boleh buat, nilaipun tidak saya pikirkan waktu itu karena saya sendiri menyadari akan kekurangan dalam memahami teks khususnya teks Jawa. Sewaktu saya menempuh mata kuliah tersebut, terfikirkan untuk membuat sebuah terjemahan dari teks yang saya temukan. Teks ini saya tanyakan ke beberapa orang yang mengenalnya, namanya adalah lontar prasi. Dalam lontar itu tidak ada tulisan, melainkan gambar seperti komik. Saya mencoba mereproduksi gambar-gambar dan menterjemahkan dari keterangan berbahasa Inggris. Buku aslinya berjudul "Ye Darmo Lelangon, a royal song without word from the isle of Lombok" dengan dua bahasa yaitu Inggris dan Belanda. Buku tersebut dikerjakan oleh C.M. Pleyte dan diterbitkan tahun 1912. Selama satu tahun dengan membiarkan pekerjaan ini terbengkalai lama, maka akhirnya dapat diselesaikan walaupun terjemahanya kurang memuaskan. Namun saya tidak berkecil hati karena satu teks yang langka telah direproduksi kembali dari kurun waktu 100 tahun yang lalu dan lontar yang asli pasti telah tercipta jauh sebelumnya.


Hendy Yuniarto

PENDAHULUAN

Menjelang akhir November 1 894 perjuangan antara Belanda dan orang Bali di pulau Lombok berakhir.

Pada tanggal 20 bulan itu raja tua menyerah pada Saksari, dua hari setelah penangkapan tinggal pokok nya Cakra Negara, diambil setelah pertempuran sengit, di mana hampir semua sanak saudaranya, laki-laki dan perempuan, mengorbankan diri.

Maka terjadilah bahwa interior tempat tinggal kerajaan ditinggalkan, bahkan harta tidak dijaga pangeran dan ikut ditinggalkan.

Salah satu diantaranya adalah ditemukannya koleksi naskah yang luar biasa, baik yang tua dan modern, untuk sebagian besar ditulis di telapak daun dan memiliki nilai ilmiah yang luar biasa.

Kemudian ditemukan sebuah buku yang berisi ilustrasi saja, memberikan gambaran yang baik dari kehidupan tentang Bali, sehingga layak untuk mereproduksi karya secara keseluruhan, meskipun beberapa ilustrasi, dinilai dari sudut pandang barat sedikit keberatan. Tetapi karena naskah menimbulkan rasa ingin tahu tentang etnis, keberatan ini dikesampingkan, apalagi sebagai spesimen universal yang dapat diakses maka buku yang ukiran dari Bali sampai sekarang sulit untuk dicari

Oleh Mr JW Teillers dari layanan Topografi di Batavia diundang untuk melakukan reproduksi karya ini.

Sementara menyusun jumlah daun untuk tujuan ini, dalam rangka untuk memperbaiki urutan yang tepat, ditemukan bahwa beberapa yang hilang.

Terungkap fakta, bahwa beberapa dari naskah tersebut telah berada di Belanda dan menjadi milik Kolonial Museum di Haarlem.

Permintaan untuk Dewan Museum tersebut di atas untuk pinjaman halaman tersebut untuk reproduksi menemukan jawaban yang baik sehingga paling tidak beberapa kekurangan bisa diperbaiki.

Dari sisa yang hilang tidak meninggalkan jejak telah ditemukan.

Sayangnya teks terkait juga gagal, dan bukan indikasi sedikit pun rasa verbal gambar telah ditemukan, baik di antara manuskrip Lombok maupun di antara orang-orang Bali.

Begitu, karena itu, sebagai reproduksi pertama yang dibuat, salinan disampaikan kepada Residen Bali dan Lombok dengan meminta agar mereka diperiksa oleh orang Bali di pulau Bali itu sendiri dengan harapan bahwa mereka mungkin bisa menghasilkan informasi deskriptif mengenai teks tersebut

Namun hal ini terbukti sia-sia, seperti pekerjaan itu tidak dikenal di Bali.

Setelah seluruh rangkaian telah dicetak, upaya kedua untuk meneliti teks yang seusai dibuat, kali ini di pulau Lombok dan meskipun beberapa rincian tambahan yang diberikan dengan mengacu pada asal-usul buku itu, informasi yang diberikan untuk isi bernilai kecil, dan dalam beberapa kasus, jelas tidak akurat.

Tidak ada keterangan lebih lanjut yang dapat dikumpulkan dari itu ilustrasi berjudul "Darmo Lelangon ", improvisasi oleh ASEM Anak Agung Ketut Karang, kakak tertua 'dari (dan akhir terakhir raja) dari Lombok.

Anak Agung Ketut Karang ASEM memerintah Mataram dari 1837 1839 dan meninggal di Rum pada tahun 1870.

Sedangkan asal mula dari gambar, dikatakan bahwa ia memerintahkan untuk menggambarkan seubah peristiwa; peristiwa yang kemudian digambarkan dengan pengutik oleh Imam Nenga Gria Mendara, seorang artis terkenal waktu itu.

Ini mungkin cukup benar, dan dalam kasus ini adalah lebih menyedihkan bahwa puisi itu sendiri tampaknya telah hilang.

Dalam situasi ini Gusti Putu Gria, Pepatih, dari Bali di Lombok, telah berusaha untuk memberikan beberapa detail mengenai subyek ditangani dengan tidak lengkap seperti mereka, namun layak kutip karena mereka menunjukkan betapa Bali modern memahami ilustrasi.

Untuk ini saya telah menambahkan beberapa komentar dari hasil sendiri dari pengamatan pribadi selama kunjungan ke Bali dan Lombok pada tahun 1899.
Weltevreden SEPTEMBER 1911.

KATA PENGANTAR

oleh
Gusti Putu GRIA

"Ada seorang pangeran di Pulau Lombok dan namanya Anak Agung Ketut Karang ASEM. "Ia meninggal dan mayatnya dibakar secara ritual di Rum. "Dia adalah saudara tertua raja Lombok, yang telah meninggal di Batavia, (sebagaimana ia pergi ke pengasingan). "Yang tersebut di atas (Anak Agung Ketut Karang ASEM) menggubah sebuah puisi, yang berjudul, lelangon Darmo Lelangon 'dan memerintahkan seseorang untuk menggambarkannya Adapun gambaran cerita itu adalah sebagai berikut.

Lempir 1a



a. sebuah kuil suci Bali kaya akan dekorasi yang mungkin untuk pemujaan kepada Dewi Saraswati, sebagai pelindung karya sastra ini..
b. Seorang pria (kasta tinggi) duduk dibawah sebuah pohon angsoka dan menulis sebuah cerita menggunakan batu tulis.

Lempir 1b



c. Seekor burung bertengger di sebuah semak.
d. Beberapa rusa di hutan dan burung bertengger di pohon.
e. Seorang pria (mengenakan jubah kerajaan) duduk di bawah pohon pudak menggubah dan menulis.

Lempir 2a



a. Seorang pria (mengenakan pakaian bangsawan) duduk di bangku pada sebuah paviliun terbuka di bawah naungan pohon angsoka.

Lempir 2b



b. Dia sedang menggubah puisi, sedangkan anjingnya yang dirantai berdiri di depannya.

Lempir 3a



a. Dua kapal berlayar di laut. (Kapal di sebelah kiri adalah kapal buatan khas Bali, yang di sebelah kanan adalah kapal asing yang ditengarai sebagai kapal Bugis. Sebagai kru-nya mengenakan jaket dan celana yang tidak dipakai sebagai kebiasaan di Bali).

Lempir 3b



b.Seekor lebah hitam, bulan sabit dan bintang. Berikutnya adalah orang tua dan pemuda memainkan instrumen musik milik orang pribumi asli yaitu gamelan. (Alat yang dimainkan oleh orang tua itu tidak dikenali, kemudian yang dimainkan oleh pemuda itu disebut gambang)

Lempir 4a



a. Seorang pria berpangkat tinggi bercinta dengan kekasihnya di sebuah bungalo yang megah.

Lempir 4b



b. Sepasang kekasih dalam keadaan berhubungan intim. (Cahaya yang mengelilingi mereka dan seorang lelaki yang berdiri diatas bunga teratai, menunjukkan bahwa mereka adalah Dewa, mungkin Dewa Kama dan istrinya yang cantik Dewi Ratih).
c. Sang wanita dalam keadaan menderita duduk di bangku pada kaki pohon sridanta, meratapi kepergian kekasihnya.

Lempir 5a



a. Seorang bangsawan bercinta dengan seorang wanita di sebuah paviliun terbuka. Dia telah memindahkan kerisnya dan menempatkannya berdiri di depan patung yang dipahat dalam bentuk anak laki-laki di belakangnya. Pasangan tersebut dikelilingi oleh tiga pelayan perempuan. Satu di sebelah kiri dan dua di sebelah kanan. Ketiga pelayan perempuan tersebut bertugas membawa bejana berisi sirih.

Lempir 5b (Lempir 6 dan 7 hilang)



b. Dua kekasih bercakap-cakap di tempat terbuka di atas bangku yang ditempatkan diantara pohon sridanta dan subita. Empat anak laki-laki bermain di sekitar mereka. Anak laki-laki di sebelah kiri menendang teman bermainnya yang kemudian menangis.

Lempir 8a



a. Seorang pria berjalan-jalan di rerumputan menerima sebuah pesan dari seorang pelayan.
b. Sang wanita berjalan-jalan di tempat yang sama dipanggil oleh juru rawatnya .

Lempir 8b



c. Sebuah pohon di atas bukit dengan monyet dan beberapa jenis burung, termasuk burung bangau yang bertengger di pohon kecil di tengah gambar.

Lempir 9a



a. Sebuah istana dikelilingi oleh tembok yang didekorasi; pintu yang menuju ke bagian dalam kerajaan ditutup. Di bagian tengah berdiri sebuah paviliun terbuka di mana sang pemilik sedang bermain main menghabiskan waktu dengan pasangannya. Di bagian belakang terdapat sebuah altar kecil, tugu, dan pakaian kuda yang berwujud selempang atau ikat pinggang kuda.

Lempir 9b (Lempir 10 dan 11hilang)

b. Sebuah gelanggang sabung ayam diantara dua bendera, dimana yang di sebelah kiri disebut umbul, sedangkan di sebelah kanan disebut bendera, menunjukkan dua laki-laki membawa ayam aduan. Pohon di sebelah kiri adalah pohon parijata. Dalam gelanggang sabung ayam itu sendiri terdapat empat kandang bambu untuk tempat ayam aduan dan di belakangnya terdapat sebuah tempat pemujaan kecil.
(Adu ayam di Bali adalah adat kebiasaan yang bersifat religi dan dianggap sebagai persembahan untuk kala, roh jahat yang mengelilingi orang di mana-mana)

Lempir 12a



a. Sebuah kuburan dengan seorang pria yang duduk di bawah pohon, mengeluarkan duri dari kaki kirinya, sementara tiga setan muncul di hadapannya, yaitu satu lengan dengan wajah manusia, tangan-tangan, sebuah tengkorak, kumangmong, dan sebuah kaki, ketugtug.

Lempir 12b



b. Sebuah kuburan dengan empat setan: dua tengkorak manusia berkelahi; tubuh tanpa kepala, buta lawean; sebuah iblis berdiri di atas kepalanya, buta sungsang, dan rakshasa (raksasa).

Lempir 13a



a. Potret Dane Made Prikok, yang menulis Darmo Lelangon dari pendiktean Anak Agung Ketut Karang Asem. Karena ia adalah imam, pedanda, tongkatnya, danda, tanda sebagai petinggi agama, berdiri di belakangnya.
b. Penangkapan seorang perampok yang menjarah kandang di sebelah kanan.

Lempir 13b (Lempir 14 dan 15 hilang)



c. Seorang wanita menangis saat melihat suaminya, yang telah diserang oleh pencuri. Kakinya terikat dan ia berbaring tak berdaya di bawah pohon.

Lempir 16a



a. Seorang pria berjalan di antara dua semak belukar.
b. Sang wanita melakukan hal yang sama.

Lempir 16b



c. Lima kuil kecil dengan penjaga yang sudah berusia tua berjalan dengan tongkat di bawah pohon angsoka.
d. Sang wanita disapa oleh seorang pria dari kasta tinggi (bangsawan).

Lempir 17a



a. Sang wanita dan pria dari kasta bangsawan tersebut meneruskan perjalanan bersama-sama.

Lempir 17b



b. pria bangsawan mengundang wanita itu untuk mengikutinya. Wanita tersebut terlihat malu-malu.

Lempir 18a



a. Wanita itu dipaksa oleh pria bangsawan, namun wanita tersebut terlihat melawan.

Lempir 18b



b. Pasangan itu sekarang berjalan bergandengan tangan,kemudian diberi hormat oleh seorang pedanda dan oleh haji.

Lempir 19a



a. Bangsawan dan wanita itu berpasangan dalam perjalanan mereka, kemudian bertemu dengan orang tua (yang tampaknya mengajukan pertanyaan sampai wanita itu tampak agak malu).
b. Di sudut sebelah kanan adalah pintu masuk ke sebuah hutan sebagaimana seekor harimau terlihat.

Lempir 19b (Lempir 20 dan 21 hilang)



c. Hutan yang sama dengan seekor badak, singa, monyet dan seekor senuk, yang terakhir adalah binatang mitos menakutkan.

Lempir 22a




a. Pasangan itu terus berjalan.
b. Mereka tiba di sebuah kolam di mana mereka bertemu dengan seorang pria, yang baru saja mandi, datang ke depan dengan telanjang. Ketiga tiganya terlihat sama sama malu. Di tepi kolam terlihat bangau dan burung-burung lain, bertengger di pohon-pohon di sekitarnya dan juga seekor monyet menggendong satu anaknya.

Lempir 22b



c.Sepasang kekasih itu menjumpai kolam lagi, di mana mereka bertemu dengan seorang wanita muda menangkap ikan. Tepi kolam tersebut dikerumuni berbagai jenis burung.

Lempir 23a



a. Sang wanita yang sedang mandi dijaga oleh kekasihnya di tempat mandi yang indah di mana air mengalir dari mulut singa jongkok. (Hal ini dapat diamati bahwa kemampuan orang Bali dalam membangun bangunan air menakjubkan dan bahwa gambar tersebut tidak sedikit berlebihan).

Lempir 23b



b. Sebuah hutan kecil dengan binatang berkaki empat yang disebut kelesih.

Lempir 24a



a. Sang wanita setelah selesai mandi mengatur rambutnya yang lebat, sementara sang kekasih melihatnya.

Lempir 24b



b. Dewa dan Dewi saling berpelukan; Dewa perempuan memegang organ kemaluan sang laki laki.

Lempir 25a



a. Pasangan itu tiba di sebuah desa sebagaimana mereka sedang berbicara dengan warga desa tua berkepala botak, yang duduk di depan rumahnya dan mempersiapkan sirih di sebuah plancakan, lesung. Di belakangnya bersembunyi anak laki-laki.

Lempir 25b



b. Wanita itu telah duduk di kursi. Rupanya seorang lelaki yang berkedudukan tersebut memakai memakai keris kebesaran dengan pegangan berpola grantini mas.

Lempir 26a



a. Pasangan tersebut melangkah di atas dataran bunga.

Lempir 26b



b. Sang wanita tersandung, kakinya tersangkut dalam suatu tumbuhan menjalar. Di depan mereka beberapa rusa yang sedang merumput dengan anak rusa. Seekor monyet menyeringai dengan keras di kejauhan di sebelah kanan.

Lempir 27a



a. Sepasang kekasih melanjutkan perjalanan mereka melalui semak belukar yang indah.

Lempir 27b



b. Mereka datang ke sebuah kuil tersembunyi di sebuah hutan besar.
kuil itu kecil, tidak memiliki pintu atau tempat suci. Di daerah sekitar kuil tersebut, terdapat bangunan beratap tujuh, meru, harus diamati dengan pohon cemara di depannya.

Lempir 28a



a. Lain kuil dimana terdapat gerbang ganda, candi Bentar memberikan jalan masuk. Di tanah depan, di bawah pohon angsoka, terlihat seorang imam, istrinya, dua anaknya, seorang laki-laki dan perempuan memohon bantuan para dewa. Persembahan mereka ditempatkan di depan bangunan beratap tujuh dan di belakang dupa yang terbakar. Imam tersebut menggetarkan bel doa dengan pegangan berbentuk vajra, petir, untuk memanggil perhatian para dewa.

Lempir 28b



b. Seorang pria dan istrinya disertai oleh dua anak mereka, anak laki-laki dan perempuan, berjalan melewati ladang. Seorang wanita dibantu oleh dua perempuan lain melahirkan kembar.

Lempir 29a




a. Seekor beruang madu.
b. Sang kekasih sekarang duduk bersama di bangku yang didatangi oleh seorang imam.

Lempir 29b



c. Seorang gadis ditawari minuman dalam gelas berhias, disajikan oleh seorang hamba laki-laki yang dibantu oleh seorang pelayan perempuan.
d. Seekor beruang madu.

Lempir30a



a. Seorang sarjana mengenakan pakaian kerajaan, duduk di bangku di bawah pohon angsoka dengan papan tulis di pangkuan, menerima kunjungan dari imam. Imam itu terlihat menjelaskan beberapa hal penting.
b. Seekor beruang madu.

Lempir 30b



c. Seorang pendeta dan istrinya mengatur persembahan kepada para dewa di atas meja. Pria itu sibuk dalam mengatur buah dan daging, sementara seorang perempuan mengatur hiasan dari anyaman daun kelapa.
d.kemunculan kembali sepasang kekasih ketika memasuki kuil kecil sebagaimana pintu masuk dijaga oleh dua raksasa bersenjata.

Lempir 31a



a. Seekor landak.
b. Bangsawan dan berikut sang wanita.
c. Sekelompok umat pergi ke kuil untuk menawarkan persembahan kepada dewa.
Pada langkah terdepan, seseorang membawa tusuk bambu dengan bebek panggang di bahunya. Dia diikuti oleh putrinya yang memikul kotak sirih di kepalanya dan mendahului ibunya yang membawa keranjang buah. Serta anak laki-laki membawa botol, termos bambu dan sebuah labu di tanganya, ketiga-tiganya berisi tuak.

Lempir 31b (Lempir 32 dan 33 hilang)



d. Satu rombongan yang terdiri dari enam orang, tiga anak, dua perempuan dan seorang laki-laki, memasuki kuil untuk tujuan yang sama seperti yang disebutkan diatas. Pria itu menawarkan sebuah terompet bunga, sedangkan perempuan di belakang memarahi seorang anak yang ingin digendong. (Dilihat dari ciri cirinya, dia adalah nenek).

Lempir 34a



a. Sekawanan rusa takut oleh kemunculan sepasang kekasih.

Lempir 34b



b. Sebuah candi yang cukup besar termasuk sejumlah kuil-kuil.

Lempir 35a



a. Sepasang kekasih senang berjalan diantara semak-semak dengan berbagai jenis burung yang bertengger.

Lempir 35b



b. Seorang pria berjanggut bersenjatakan pedang duduk di bawah pohon pula, mengawasi kambingnya.

Lempir 36a



a. Pasangan ini sekarang memasuki pegunungan dan pedalaman berhutan lebat,